Sejumlah fraksi di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI berdebat sengit mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol (Minol) dalam rapat bersama dengan tenaga ahli Baleg DPR. Sebagian fraksi meminta agar minuman beralkohol cukup dikendalikan sedangkan sebagian lainnya menilai harus ada larangan.
Salah satu yang memberi pandangan RUU Larangan Minol harus berisi larangan, yakni dari Fraksi Gerindra saat rapat di ruang Baleg DPR, Senin (5/4/2021). Awalnya anggota Baleg Fraksi Gerindra, Romo Syafii, berpendapat Indonesia saat ini jauh ketinggalan dengan negara sekuler yang sudah melarang minuman beralkohol.
“Sebagai gambaran sebenarnya kita jauh ketinggalan dengan negara-negara sekuler bahkan, negara-negara sekuler yang bahkan penduduknya secara substansi lebih banyak sudah tidak meyakini agama, tapi mereka merasa yakin bahwa minol ini berdampak negatif sehingga di semua negara mereka hitung kerugian yang muncul akibat minuman beralkohol, baik untuk warga negara atau dampak yang ditimbulkannnya dibanding kemungkinan cukai yang mereka nikmati akibat minuman beralkohol,” kata Romo.
Lebih lanjut, Romo mengaku risi dengan kondisi Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa namun belum ada UU terkait perlakuan minuman beralkohol. Selain itu, kata dia, Indonesia memiliki mayoritas agama yang mengharamkan alkohol.
“Kita agar risi juga negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa di Pasal 29 ayat 2, dan mayoritas agama yang ada di Indonesia mengharamkan alkohol setelah 75 tahun merdeka kita belum punya 1 UU pun yang mengatur tentang gimana perlakuan kita terhadap minuman beralkohol ini. Sudah dibacakan ada Perpres dan Permen dan sebagainya, tapi itu belum memberi peraturan secara paripurna,” ucapnya.
“Ada pengaturan-pengaturan dari Perpres, Peraturan Menperin, Mendag, dan lain sebagainya, tapi karena dia berbentuk teknis ini tidak ada sanksi pidananya, kita inginkan bahwa semua peraturan yang berserak itu kalau kita anggap sangat efektif untuk peraturan alkohol kita masukkan saja ke UU ini,” lanjutnya.
Kemudian pandangan serupa datang dari anggota Baleg Fraksi Demokrat, Santoso. Dia mengaku malu sebagai bangsa yang terkenal religius namun tidak ada peraturan terkait minuman beralkohol yang dinilai lebih banyak negatifnya.
“Saya menyimpulkan seharusnya kita malu sebagai bangsa yang begitu terkenal religius sementara negara-negara yang mengklaim langsung sebagai negara sekuler tapi pengaturan dalam hal minuman beralkohol sudah berjalan dan ditetapkan puluhan tahun yang lalu, untuk itulah saya menilai bahwa sudah saatnya kita DPR karena ini usulan dari DPR melalui Baleg untuk segera menetapkan RUU ini, di mana baik masyarakat yang sekuler maupun yang religius pasti bersikap dan berkesimpulan bahwa alkohol lebih banyak negatifnya dari nilai positif,” ujarnya.
Kemudian situasi menjadi panas ketika Kapoksi Fraksi PDIP Baleg DPR, Sturman Panjaitan, menepis pernyataan Romo yang menyebut negara sekuler di dunia melarang minuman beralkohol. Dia meminta agar Romo membuktikan pernyataan itu dengan data.
“Mohon kalau kita mengutip dari sesuatu please kapan ditulis, siapa yang tulis, di mana tulisannya, sehingga kita meninjau dulu, studi banding, negara sekuler yang mana yang melakukan alkohol kemudian yang tidak melakukan alkohol sebelum kita lakukan, begitu dengan catatan dananya masih cukup, jadi nggak sekadar gini tok. Kata Romo tadi alkohol berbahaya di negara sekuler, mana datanya bos, gitu loh, kemudian negara mana yang tidak menggunakan alkohol di dunia ini kita datangi, minimal 2 kali berkunjung, jadi bukan sekedar menulis begini,” ungkapnya.
Namun dia sependapat ketika Romo menyampaikan jangan sampai RUU Minol ini nantinya mengubah budaya orang lain. Sehingga RUU ini nantinya, kata dia, bisa mengakomodasi semua rakyat Indonesia.
“Saya sependapat dengan Romo memang kalau UU ini dibuat jangan sampai orang berasumsi UU ini mengubah budaya seseorang yang menurut mereka yakini kebenarannya, sehingga kalau Bapak mengatakan gimana aturan minol ini makanya saya sependapat di sini mulai dari larangan sampai penegakan hukum, di tempat mana yang boleh di mana yang boleh, usia juga, sehingga memang kita mengakomodir kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia,” tambahnya.
Pendapat berbeda juga datang dari Fraksi Golkar. Wakil Ketua Umum Golkar Nurul Airifin meminta lebih baik RUU minol ini lebih membatasi bukan justru melarang sebab semua kembali kepada diri sendiri.
“Selayaknya tidak perlu dilarang, tapi dibatasi gitu, itu pertama. Prinsipnya begini, minum apa pun, kebanyakan muntah, makan apa pun kebanyakan muntah, sesuatu yang kebanyakan kebanyakan over over itu nggak baik, dan di dalam agama itu sudah ada pelarangan, jadi itu semua kembali ke diri sendiri,” ungkapnya.
Dia juga mengaku prihatin jika minuman beralkohol ini dilarang lantaran nantinya bisa berdampak pada wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia. Dia meminta agar semua pihak tidak berpikir secara sempit terkait persoalan minuman beralkohol ini.
“Saya sungguh sangat prihatin ini kalau sampai jadi UU larangan minuman beralkohol, kita akan kehilangan banyak wisatawan mancanegara, karena buat mereka liburan itu having fun, jadi kalau ini dilarang ini mereka akan lari ke Singapura, ke Malaysia atau ke daerah lain. Jangan berpikir terlalu sempit kaca mata kuda, kita harus berpikir global, ini persaingan global, kita jadi masyarakat global, wisatawan aset penyumbang devisa besar, apalagi Indonesia yang alamnya masyaallah indah-indah ini semua,” sebutnya.
Untuk diketahui, RUU minol yang jadi usulan Baleg DPR ini masih akan dibahas lebih lanjut oleh Baleg DPR RI. Proses setelah ini akan dilakukan RDPU dengan masyarakat untuk meminta pendapat lebih lanjut.