JAKARTA – Harga emas melemah seiring dengan langkah investor yang beralih ke dolar AS akibat membaiknya data pertumbuhan ekonomi AS dan klaim tunjangan pengangguran.
Pada perdagangan Jumat (30/10/2020) pukul 07.36 WIB, harga emas spot turun 0,1 persen atau 1,95 poin menjadi US$1.865,64 per troy ounce.
Adapun, harga emas Comex kontrak Desember 2020 koreksi 0,03 persen atau 0,5 poin menuju US$1.867,5 per troy ounce.
Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback terhadap sejumlah mata uang utama turun tipis 0,04 persen menuju 93,92.
Laporan Monex Investindo Futures menyebutkan harga emas melemah US$9,12 ke level US$1867,82 di akhir perdagangan hari Kamis, setelah dolar AS kembali menguat sebagai aset aman.
“Penguatan dolar AS didorong oleh data GDP serta klaim tunjangan pengangguran AS yang lebih baik dari ekspektasi,” papar Monex, Jumat (30/10/2020).
Baca Juga : Kilau Emas Meredup Jelang Pilpres AS |
---|
Harga emas berpeluang untuk masih dijual, menguji support di US$1,860, karena proyeksi menguatnya dolar AS dibalik pencarian aset aman yang likuid di tengah optimisnya data ekonomi AS semalam dan ketidakpastian stimulus di AS. Potensi rentang perdagangan harga emas sesi Asia di US$1.860 – US$1.875.
Sementara itu, Analis Capital Futures Wahyu Laksono mengatakan, harga emas saat ini sedang berada dalam tahap korektif konsolidasi. Hal ini tidak hanya tejadi pada emas, tetapi juga komoditas dan mata uang besar lainnya.
Salah satu faktor yang mempengaruhi pergerakan emas adalah kembali meluasnya penyebaran virus corona di Amerika Serikat dan Eropa. Hal ini membuat pemerintah setempat kembali memberlakukan lockdown.
“Sentimen ini membuat nilai mata uang dolar AS sebagai lawan dari komoditas seperti emas mengalami tren penguatan beberapa hari belakangan,” katanya.
Wahyu mengatakan, faktor utama yang mempengaruhi fluktuasi harga emas saat ini adalah isu pemilihan presiden Amerika Serikat yang semakin dekat. Dalam beberapa waktu terakhir, para pelaku pasar telah mengantisipasi skenario “gelombang biru” atau sapu bersih kemenangan Partai Demokrat pada lantai Senat dan pemilihan presiden.
Namun, memasuki pekan-pekan terakhir jelang pemilihan, sejumlah isu seperti kecurangan dari pihak eksternal membuka peluang terjadinya peristiwa pada 2016 lalu terulang saat calon petahana Donald Trump berhasil unggul tipis atas kandidat presiden dari Partai Demokrat saat itu, Hillary Clinton.
Skenario tersebut, lanjut Wahyu, menimbulkan risiko bahwa hasil pemilu tahun ini dapat diperdebatkan oleh kedua pihak. Di sisi lain, sentimen ini belum sepenuhnya diperhitungkan (priced-in) oleh pelaku pasar.
“Memang ada risiko kesalahan dalam pemilihan presiden 3 November besok yang dapat mengurangi validitas hasil pemilu tersebut. Hal ini membuat volatilitas harga emas saat ini cukup tinggi,” jelas Wahyu.
Menurutnya, prospek kenaikan harga emas ke depannya masih cukup terbuka. Ia mengatakan, kenaikan ini akan ditopang oleh antisipasi pelaku pasar yang menanti paket stimulus setelah pemilu AS usai, terlepas dari kemenangan Trump atau kandidat presiden dari Partai Demokrat Joe Biden.
Wahyu mengatakan, kemenangan Trump pada pemilihan presiden akan berimbas pada reli besar-besaran pada pasar ekuitas yang akan disusul oleh melesatnya harga emas.
Sementara itu, kemenangan Biden akan memicu terjadinya aksi jual di pasar saham. Namun, harga emas akan mengalami kenaikan seiring dengan lepasnya harga emas dari sentimen pasar modal.
“Dalam jangka menengah dan panjang, pergerakan bullish dari emas masih akan berlanjut,” ungkapnya.
(zq)