PHRI Ungkap Hotel-Restoran Keberatan Adanya PP Royalti Putar Lagu

PHRI Ungkap Hotel-Restoran Keberatan Adanya PP Royalti Putar Lagu

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Peraturan Pemerintah nomor 56 tahun 2021 terkait hotel hingga restoran wajib membayar royalti ketika memutarkan lagu secara komersial. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyebut hotel hingga restoran keberatan terkait pembayaran royalti lantaran tidak ada nilai komersial dari pemutaran lagu.

Sekjen PHRI, Maulana Yusran awalnya menyebut persoalan bayaran royalti ini sudah ada semenjak 2016. Menurutnya, sejak saat ini sudah ada dinamika terkait pembayaran royalti ketika pemutaran lagu tersebut.

“Sebenarnya kalau kita melihatnya PP-nya bukan hal baru ya bagi hotel, karena hotel sudah bayar royalti sudah lama, dan kemudian tahun 2016 kita sudah membuat ada kesepakatan lagi dengan LMKN tentang besaran tarifnya karena dinamikanya sebenarnya sudah cukup panjang,” kata Maulana saat dihubungi, Rabu (7/4/2021).

Maulana mengatakan dinamika yang masih berkembang saat ini yakni terkait penetapan hotel sebagai salah satu pihak yang harus membayar royalti pemutaran lagu. Dia lantas mempertanyakan nilai komersial dari musik yang diputar di hotel.

“Karena hotel itu lagu itu bukan sebagai nilai komersial, karena beda dengan karoke, beda dengan musik room, sudah sangat berbeda. Jadi hotel itu sebenarnya musik itu sebagai backsound atau penambah mood, selain mood juga mungkin bisa menjadi suatu fenomena tersendiri, misalnya ke Bali puter hotelnya puter lagu apa? Kan lagu Bali kan, memang kita menikmati adanya di Bali membedakan dengan destinasi (lainnya),” ucapnya.

Kemudian Maulana menyampaikan sejauh ini pihak hotel dan restoran yang berada di bawah PHRI merasa keberatan dengan pembayaran royalti pemutaran musik tersebut. Terlebih, kata dia, saat ini pendapatan di tengah pandemi sedang menurun.

“Dalam situasi begini tentu pasti akan menjadi memberatkan, karena hotel-restoran itu saat ini posisinya pengeluarannya lebih besar dari pendapatannya, apa yang mesti digantungkan dari hal tersebut? Karena sekali lagi tidak ada nilai komersialnya, bukan nilai komresial bahasanya karena ini tanpa musik pun barang bisa jalan, jualannya tetap bisa jalan beda dengan karaoke kalau nggak ada musik apa yang mau dijual,” ujarnya.

Lebih lanjut, Maulana juga menyinggung terkait keuntungan yang didapatkan dari artis atau musisi yang lagunya diputar di hotel atau restoran. Menurutnya pihak hotel dan restoran juga membantu mempromosikan lagu tersebut secara gratis di depan publik.

“Kalau mau dihubung-hubungkan nilai komersialnya sih pasti ada aja, tapi kita kan di tempat publik pasti ada nilai komersil, tapi di dalam tempat publik itu kan juga ada nilai komersil bagi yang pemilik lagu, lagu itu diputar secara free, dipromosikan secara free kan, jadi bukan hanya satu pihak saja,” ungkapnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menandatangani PP yang mengatur royalti hak cipta lagu dan musisi. PP ini mewajibkan kafe hingga toko membayar royalti saat memutar lagu secara komersial.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. PP tersebut ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada 30 Maret 2021 dan diundangkan oleh Menkumham Yasonna Laoly pada 31 Maret 2021.

“Untuk memberikan pelindungan dan kepastian hukum terhadap Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan pemilik Hak Terkait terhadap hak ekonomi atas lagu dan/atau musik serta setiap Orang yang melakukan Penggunaan Secara Komersial lagu dan/atau musik dibutuhkan pengaturan mengenai Pengelolaan Royalti Hak Cipta lagu dan/atau musik,” demikian bunyi pertimbangan PP 56/2021 yang dikutip detikcom, Rabu (7/4).