Kelangkaan bahan pokok, obat-obatan, dan terbatasnya layanan kesehatan memaksa diplomat asing ramai-ramai angkat kaki dari Korea Utara. Kondisi serba kekurangan di ibu kota Pyongyang dinilai sudah mencapai level krisis, demikian dikabarkan Kedutaan Besar Rusia.

 

Melalui pesan di Facebook, Kedubes Rusia melaporkan eksodus diplomat asing menyisakan hanya 290 warga asing yang masih bertahan di negeri komunis tersebut. “Mereka yang meninggalkan ibu kota bisa dipahami,” tulisnya.

“Hampir tidak ada yang betah menghadapi pembatasan total yang sangat restriktif, kelangkaan akut sejumlah barang pokok, termasuk obat-obatan, dan minimnya kesempatan mendapat perawatan kesehatan yang layak.”

Pemerintah Korut menutup perbatasan untuk menghadang wabah corona dan melarang perjalanan internasional. Mobilitas penduduk di dalam negeri juga dibatasi.

Saat ini hanya sembilan duta besar asing dan empat diplomat senior yang masih bertahan di Pyongyang. Sebagian besar kedutaan sudah mengurangi jumlah staf sebanyak mungkin, tulis Kedubes Rusia lagi.

Inggris, Brasil, Jerman, dan sejumlah negara lain dikabarkan sudah mengunci gerbang kedutaan. Sementara pegawai organisasi bantuan internasional sudah lebih dulu pulang ke negaranya masing-masing.

“Satu hal yang jelas – sayangnya, kelompok yang terakhir meninggalkan negara ini tidak akan menjadi yang terakhir. Eksodus warga asing akan terus berlanjut,” imbuh perwakilan Rusia.

Kelangkaan pangan akibat impor dari Cina terhenti

Bulan lalu, diplomat Rusia membawa keluarganya menggunakan troli rel yang digerakkan secara manual dengan tangan untuk melintasi perbatasan. Pembatasan di Korut ikut melumpuhkan transportasi dari dan ke luar negeri.

“Karena perbatasan ditutup selama lebih dari setahun dan lalu lintas penumpang telah dihentikan, membutuhkan perjalanan yang panjang dan sulit untuk kembali pulang,” tulis Kementerian Luar Negeri Rusia dalam sebuah postingan di media sosial seperti dikutip dari Reuters (26/02).

Para diplomat dikabarkan mendorong troli lebih dari 1 kilometer, melintasi Sungai Tumen yang memisahkan Rusia dan Korea Utara.

Dalam sebuah laporan yang dirilis bulan lalu, Human Rights Watch melaporkan perdagangan antara Korut dan Cina anjlok seanyak 80%. Akibatnya impor bahan pangan dan obat-obatan menyusut ke titik nol tahun lalu.

Akibatnya warga kini kesulitan membeli makanan, sabun, pasta gigi atau bahkan baterai.

Sejauh ini Pyongyang menepis kabar adanya kasus penularan virus corona di negaranya. Namun, analis asing meyakini wabah sudah menjalar, terutama di kalangan militer dan di kota-kota di perbatasan.

Pekan lalu enam pasukan penjaga perbatasan Korut membelot ke Cina lantaran mengalami “kelaparan dan keletihan,” lapor Guardian. Meski pembelotan bukan hal langka di Korea Utara, aksi melintasi perbatasan secara ilegal oleh sekelompok orang tergolong jarang terjadi.