Investor Banyak Duit, Penerbitan Obligasi Diramal Moncer Tahun Ini

Investor Banyak Duit, Penerbitan Obligasi Diramal Moncer Tahun Ini

JAKARTA – Semarak penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan obligasi korporasi Indonesia pada 2021 diprediksi akan terserap dengan optimal. Perebutan likuiditas diyakini tidak akan terjadi seiring dengan permintaan terhadap instrumen investasi yang meningkat.

Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengatakan, pasar obligasi korporasi akan menunjukkan pemulihan pada tahun ini, sama seperti pasar Surat Berharga Negara (SBN). Hal tersebut terjadi seiring dengan kemunculan vaksin untuk virus corona yang meningkatkan prospek pemulihan ekonomi global.

Ramdhan menjelaskan, selama tahun 2020, kebanyakan perusahaan terpaksa menunda rencana ekspansi dan upaya refinancing akibat pandemi virus corona. Hal ini juga ditambah dengan sikap investor yang cenderung waspada dalam memilih instrumen investasi.

Ia menjelaskan, pemulihan pasar SBN dan obligasi korporasi pada tahun ini juga tidak akan menimbulkan perebutan dana investor. Pasalnya, pemulihan tersebut juga akan dibarengi dengan lonjakan permintaan terhadap kedua jenis surat utang itu.

“Likuiditas investor akan cukup tinggi, sehingga mereka pasti membutuhkan beragam jenis instrumen. Pemulihan SBN dan obligasi korporasi Indonesia justru akan direspon positif oleh investor,” katanya saat dihubungi pada Minggu (10/1/2021).

Tingkat permintaan investor juga didukung oleh tren suku bunga rendah yang diberlakukan oleh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Dengan tingkat imbal hasil (yield) surat berharga negara (SBN) yang semakin menurun, investor akan mencari obligasi korporasi sebagai penggantinya demi mendapatkan return yang optimal.

Lebih lanjut, pemulihan ekonomi dunia juga akan berdampak pada kembali masuknya pemegang modal asing ke pasar SBN dan obligasi korporasi Indonesia. Hal tersebut membuat tingkat likuiditas juga semakin tinggi.

Ia menjelaskan, sepanjang 2020 lalu, pasar obligasi ditopang oleh investor-investor domestik, terutama dari sektor perbankan dan dana pensiun. Hal ini membuat pasar obligasi Indonesia cenderung stabil di tengah pandemi virus corona yang berimbas pada derasnya capital outflow.

“Dengan kestabilan ini, ditambah dengan prospek pemulihan ekonomi dunia, pasar surat utang Indonesia, baik SBN maupun korporasi, akan terus dicari pada tahun ini. Yang perlu diperhatikan oleh korporasi tinggal meramunya seperti apa,” paparnya.

Ia menambahkan, tren suku bunga rendah juga berdampak pada turunnya biaya penerbitan (cost of fund). Ia menjelaskan, biaya penerbitan obligasi dapat dijaga pada level yang rendah sehingga akan memaksimalkan penawaran dan penyerapan surat berharga perusahaan.

Meski demikian, Ramdhan mengatakan cost of fund atau biaya dana yang rendah tidak dapat dinikmati oleh seluruh perusahaan. Ia menuturkan, selain tingkat suku bunga, masih ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi pergerakan cost of fund obligasi korporasi.

Salah satu faktor utama menurut Ramdhan adalah track record dan rating utang perusahaan tersebut. Umumnya, cost of fund obligasi perusahaan dengan rating yang biasa saja atau track record yang kurang baik akan tetap tinggi.

“Kondisi sektoral pada masing-masing perusahaan juga menjadi kunci. Keadaan tiap sektor yang beragam akan menentukan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk menerbikan surat utang,” katanya.

Hal serupa juga diungkapkan Head of Fixed Income Research BNI Sekuritas Ariawan. Menurutnya, baik pasar SBN dan obligasi korporasi akan semakin diminati oleh para investor pada 2021.

“Potensi kenaikan aliran dana ke obligasi cukup besar. Sektor yang tahun sebelumnya tidak banyak masuk seperti Manajer Investasi (MI) kemungkinan akan masuk ke pasar surat utang pada tahun ini seiring dengan pemulihan ekonomi dunia,” jelasnya.

Melonjaknya permintaan terhadap surat utang diperkirakan membuat seluruh obligasi Indonesia, baik SBN maupun surat utang perusahaan, dapat terserap dengan baik. Ariawan pun meyakini pasokan obligasi di kedua sektor tersebut akan sama-sama terserap dengan baik.

Ia menjelaskan, kedua jenis surat utang tersebut memiliki tipe investor yang berbeda. Investor yang masuk ke SBN Indonesia umumnya pemilik dana dengan profil agresif yang mengharapkan capital gain dari perubahan harga. Contoh dari profil investor ini adalah di sektor perbankan.

Di sisi lain, profil investor yang masuk ke surat utang korporasi cenderung lebih konservatif. Mereka mengincar kupon obligasi yang tinggi dan umumnya tidak memperdagangkannya. Investor konservatif, seperti Manajer Investasi, akan menahan obligasi tersebut hingga masa jatuh tempo.

Selain itu, ia mengatakan jenis investor lain seperti dana pensiun dan asuransi memiliki portofolio yang berbeda-beda. Mereka akan memerlukan instrumen investasi yang beragam guna mendapatkan keuntungan yang maksimal.

(DO)