Aturan Cuti Melahirkan, Haid, dan Istirahat Buruh di UU Cipta Kerja

Aturan Cuti Melahirkan, Haid, dan Istirahat Buruh di UU Cipta Kerja

Bisnis, Jakarta – Pemerintah telah mengesahkan UU Cipta Kerja Omnibus Law yang mengatur hak dan kewajiban pekerja. Aturan hak salah satunya terkait cuti dan istirahat yang bisa digunakan para buruh.

Hak cuti yang menjadi sorotan adalah hamil, melahirkan, dan haid yang dikhawatirkan berubah. Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah menjelaskan, UU Cipta Kerja Omnibus Law tidak mengubah ketentuan dalam hal tersebut.

“Hak tidak masuk kerja karena sakit akibat haid, istilah di UU 13 tahun 2003 ‘istirahat’ bukan cuti, dan istirahat melahirkan, bukan cuti hamil, serta hak lainnya atas cuti dan istirahat, tetap masih berlaku,” kata Ida saat dihubungi detikcom.

Ida juga menjelaskan, hak atas upah pekerja/buruk karena menjalankan cuti atau istirahat tersebut masih berlaku. Ketentuan akan diatur lebih rinci dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Dengan pernyataan tersebut, berikut hak buruh atas cuti dan istirahat dalam UU Cipta Kerja Omnibus Law

 

1. Hak atas istirahat

 

Aturan tercantum dalam Bagian Kedua tentang Ketenagakerjaan yang mengubah beberapa ketentuan dalam UU 13/2003. Ketentuan dalam pasal 79 diubah terkait istirahat antara jam kerja dan mingguan dalam ayat 2. Berikut bunyinya:

(2) Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada pekerja/buruh paling sedikit meliputi:

a. istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja dan

b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

 

2. Hak atas cuti tahunan

Ayat berikutnya menjelaskan cuti tahunan bagi pekerja yang telah bekerja selama 12 bulan terus menerus. Berikut bunyi aturan terkait hak cuti tahunan dalam UU Cipta Kerja Omnibus Law:

(3) Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh, yaitu cuti tahunan, paling sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.

(4) Pelaksanaan cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

 

3. Hak atas istirahat/cuti hamil dan melahirkan

Ketentuan ini terdapat dalam Undang-undang Ketenagakerjaan pasal 82 yang harus ditaati pengusaha/pemberi kerja. Berikut bunyi ketentuan yang tidak berubah dalam UU Cipta Kerja:

(1) Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.

(2) Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.

4. Hak atas istirahat/cuti haid

 

Hak pekerja saat sedang datang bulan tercantum dalam pasal 93 ayat dua butir b. Ketentuan juga menyatakan, pengusaha wajib membayar penuh upah pekerja. Berikut bunyi ketentuan yang tidak diubah dalam UU Cipta Kerja Omnibus Law:

b. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan.

 

5. Mungkinkah hak cuti dan istirahat bertambah?

 

UU Cipta Kerja Omnibus Law mungkin bisa memberi tambahan cuti dan istirahat bagi buruh/pekerja. Namun kemungkinan bergantung pada kesepakatan antara buruh dan pemberi kerja. Berikut bunyi aturan dalam pasal 79 yang mengalami perubahan:

(5) Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat satu, ayat dua butir satu, dan ayat tiga, perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat lima diatur dengan Peraturan Pemerintah.

 

(aj) sumber.