Praperadilan Kasus Komentar Negatif ke Gibran Ditolak, Ini Kata Pemohon

Praperadilan Kasus Komentar Negatif ke Gibran Ditolak, Ini Kata Pemohon

Pengadilan Negeri (PN) Solo menolak gugatan praperadilan terkait kasus komentar Arkham Mukmin yang menyinggung jabatan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. Pemohon praperadilan, LBH Mega Bintang 1997 dan Yayasan Mega Bintang 1997, angkat bicara.

 

“Kita menerima dan sikap kita akan sampaikan selanjutnya,” kata salah satu kuasa hukum pemohon, Muhammad Yusuf, kepada wartawan usai persidangan di PN Solo, Selasa (6/4/2021).

Yusuf juga mengatakan bahwa apapun keputusan dari majelis hakim pihaknya akan tetap menghormatinya.

“Kita tetap menghargai keputusan yang sudah disampaikan hari ini,” sambungnya.

Sementara mengenai sikap pemohon usai putusan tersebut, Yusuf menyampaikan pihaknya akan berkoordinasi terlebih dahulu.

“Untuk sikap kita, nanti akan kita koordinasikan dulu dengan pihak pemohon,” ucapnya.

Ditanya mengenai pertimbangan hakim soal tidak adanya legal standing pemohon dalam praperadilan tersebut, Yusuf mengatakan mengenai hal itu sudah disampaikan di dalam persidangan sebelumnya.

“Kalau sikap dari pemohon sudah disampaikan bahwa legal standing jelas sebagaimana ada dalam jawab jinawab,” ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, hakim tunggal Sunaryanto menolak gugatan praperadilan terkait kasus komentar Arkham Mukmin yang menyinggung jabatan Wali Kota Gibran Rakabuming Raka. Sunaryanto menilai pemohon tak memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan ini.

“Menimbang bahwa sah atau tidaknya penangkapan diatur dalam pasal 77 huruf a KUHAP bahwa Pengadilan Negeri berhak untuk memeriksa dan memutus ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini, tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan,” urai Sunaryanto di persidangan di PN Solo, Selasa (6/4).

Sunaryanto melanjutkan menimbang bahwa pasal 79 KUHAP menentukan tentang siapa saja yang dapat mengajukan praperadilan, tentang sah tidaknya penangkapan atau penahanan.

“Yang menyebutkan bahwa sah tidaknya penangkapan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya,” katanya.

Menimbang, sambungnya, bahwa dalam putusan MK nomor 98/PUU-X/2021 satu frasa ketiga yang berkepentingan dalam pasal 80 UU nomor 8 tahun 1981 KUHAP sepanjang tidak dimaknai termasuk saksi korban atau pelapor Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau organisasi kemasyarakatan.

“Menimbang dari keterangan ahli yang diajukan oleh pemohon berpendapat atau menafsirkan bahwa Putusan MK nomor 76/PUU-X/2012 8 Januari 2013 menyatakan bahwa LSM atau organisasi kemasyarakatan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan dapat mengajukan praperadilan tentang sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan,” katanya.

“Juga dapat berlaku terhadap sah atau tidaknya penangkapan jika diajukan oleh LSM atau organisasi kemasyarakatan,” lanjut dia.

Menimbang sesuai dengan pasal 79 KUHAP oleh karena para pemohon bukan sebagai tersangka, keluarga tersangka atau pihak yang diberikan kuasa oleh tersangka untuk mengajukan praperadilan sah atau tidaknya penangkapan.

“Maka tidak mempunyai kualifikasi secara hukum atau legal standing sebagai pihak yang dapat mengajukan praperadilan dalam perkara ini. Sehingga, praperadilan yang diajukan oleh pemohon terhadap kesalahan subjeknya dan tidak memiliki persyaratan formal permohonan praperadilan,” tuturnya.

Dengan demikian eksepsi termohon di atas berkekuatan hukum dan dapat diterima.

“Mengadili bahwa permohonan praperadilan tidak dapat diterima, kedua biaya perkara ini nihil,” ucap Sunaryanto.

Pantauan detikcom, sejumlah pengunjung tampak mengikuti persidangan yang digelar di ruang V PN Solo, di antaranya pihak termohon dari Polresta Solo maupun pemohon.