- CETAK KARTU PVC
CETAK KARTU PVC
- CETAK KARTU NAMA
- CETAK KARTU RFID
CETAK KARTU RFID
- CETAK TALI ID CARD / LANYARD
CETAK TALI ID CARD/ LANYARD
- TALI GELANG LANYARD
TALI GELANG LANYARD
- CETAK FLASHDISK CARD
CETAK FLASHDISK CARD
- AKSESORIS ID CARD
AKSESORIS ID CARD
- FINISHING KARTU
FINISHING KARTU
Pemerintah Amerika Serikat (AS) berencana menjatuhkan sanksi terhadap dua perusahaan yang dikendalikan oleh militer Myanmar. Sanksi ini masih berkaitan dengan kudeta militer dan penindakan demonstran yang sarat kekerasan.
Seperti dilansir Reuters, Kamis (25/3/2021), diungkapkan dua sumber yang memahami rencana ini bahwa Departemen Keuangan AS berencana mem-blacklist Myanmar Economic Corporation (MEC) dan Myanmar Economic Holdings Ltd (MEHL).
Menurut dua sumber tersebut, rencana blacklist dan pembekuan aset milik perusahaan-perusahaan itu yang ada di wilayah AS, bisa dilakukan paling cepat Kamis (25/3) waktu setempat.
Para jenderal militer Myanmar mengambil alih kekuasaan sejak 1 Februari lalu saat melakukan kudeta terhadap pemerintahan Aung San Suu Kyi, yang partainya memenangkan pemilu November 2020. Militer Myanmar mengklaim ada kecurangan dalam pemilu itu dan menyebut hal itulah yang mendasari dilakukannya kudeta. Komisi pemilu Myanmar dan para pengamat menyatakan tidak ada penyimpangan yang signifikan dalam pemilu tahun lalu.
Kudeta militer memicu unjuk rasa besar-besaran di berbagai wilayah Myanmar, dengan pasukan keamanan merespons menggunakan kekerasan yang sejauh ini menewaskan sedikitnya 275 orang.
Presiden Joe Biden merilis perintah eksekutif pada 11 Februari lalu, yang membuka jalan bagi penjatuhan sanksi baru untuk militer Myanmar dan kepentingannya. Perintah itu membekukan dana sebesar US$ 1 miliar milik Bank Sentral Myanmar yang dipegang oleh Bank Sentral AS. Otoritas junta militer Myanmar hendak menarik dana tersebut usai merebut kekuasaan.
AS dan Inggris, juga Uni Eropa dan Kanada, telah memberlakukan sejumlah sanksi terhadap beberapa jenderal militer Myanmar termasuk Panglima Militer Jenderal Min Aung Hlaing dan anak-anaknya yang berprofesi sebagai pengusaha.
Namun, selain tiga perusahaan batu permata yang dijatuhi sanksi AS pada Februari lalu dan langkah Departemen Perdagangan AS mem-blacklist ekspor para konglomerat Myanmar, sanksi-sanksi AS belum menargetkan kepentingan bisnis militer Myanmar.
Militer Myanmar diketahui mengendalikan sebagian besar perekonomian melalui perusahaan induk dan anak perusahaannya, dengan sektor yang bervariasi mulai dari bir dan rokok hingga telekomunikasi, ban, pertambangan dan real estate.
Para aktivis menyerukan sanksi untuk menggerogoti pendapatan militer, dan ingin pemerintah AS melangkah lebih jauh dan menargetkan proyek minyak dan gas yang menjadi sumber pendapatan utama bagi Myanmar.